Wadah Profesionalisme Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMK Negeri dan Swasta Jakarta Barat 2 Provinsi DKI Jakarta

Example of Supervision Program

Example of Supervision Program




Here is the Example of Supervision Program for you that will be revised by the head master. The Material of Supervision that you have to prepare

RPP

KKO

SILABUS

MATERI POWER POINT

LAMPIRAN RPP

please analysis this video for your students You can download VIDEO ANALYSIS

or visit Youtube channel

Day in the life: Living & Working full time in London
Read More
Media Cetak dan Kesehatan Mental

Media Cetak dan Kesehatan Mental

Oleh: *Murni Simarmata


Pada pertengahan 2016 CEO Google, Sundar Pichai, membuat pengakuan mengejutkan. Kendati memimpin sebuah perusahaan raksasa berbasis internet, eksekutif puncak berkebangsaan India tersebut rupanya masih mengandalkan media cetak sebagai bahan bacaan di pagi hari. 

"Believe it or not, I read a physical paper every morning," katanya dalam sebuah wawancara dengan vox.com sebagaimana ditayangkan secara utuh di channel Youtube dengan username Recode.

Sekitar dua tahun kemudian kompas.com mengulas lebih utuh rutinitas pagi hari pimpinan tertinggi Google tersebut dan mengaitkannya dengan hasil-hasil penelitian terbaru. 

Pembaca terlebih dahulu diberi gambaran tentang beban besar yang dipikul Sundar Pichai sebagai pimpinan tertinggi perusahaan multinasional: mengawasi 85.000 karyawan di 5 benua dengan target menciptakan pertumbuhan jangka panjang dalam bisnis Google.

Tekanan tinggi di tempat kerja yang dibarengi dengan target-target prestisius merupakan salah satu sumber stres sebagaimana telah banyak kita simak dalam perbincangan tentang kesehatan mental dalam beberapa hari ini di berbagai media. Karena itulah Sundar Pichai sejak bangun pagi berusaha menjaga suasana hatinya (mood), merawat memori dan fleksibelitas otak.

Berbeda dengan kebanyakan pimpinan perusahaan yang biasanya menyibukkan diri sejak pagi dengan membuka email atau membaca laporan para bawahan melalui media sosial, Pichai menikmati paginya dengan segelas teh sambil membaca media cetak. 

Mengapa media cetak? Kompas.com memberi jawaban: membaca dapat meningkatkan fungsi otak secara keseluruhan dan karena itu juga disarankan untuk tidak membuka media sosial ketika mempersiapkan diri di pagi hari.

Keunggulan Media Cetak

Betapapun jawaban yang diberikan kompas.com tersebut sesuai dengan hasil penelitian terbaru, tetapi masih perlu dielaborasi lebih detail untuk menunjukkan keunggulan media cetak mensimulasi 
konsentrasi otak. Kita tahu, ulasan-ulasan di media cetak relatif lebih mendalam dan lebih panjang. 
Maka ketika membaca media cetak (terutama buku) kita dengan sendirinya diarahkan lebih fokus untuk mengikuti alur pikiran penulis, menemukan keterkaitan antar gagasan pendukung dan gagasan utama, dan sebagainya.

Bacaan-bacaan di media digital mayoritas pendek (ringkas) dan cenderung telah menyuguhkan kesimpulan sejak pragraf pertama bahkan sejak dari judul. Maka kita cenderung hanya membaca judul atau hanya membaca satu dua pragraf, kemudian berpindah ke topik lain.

Kita baru saja men-klik satu judul baru, tawaran berbagai judul lain telah muncul di berbagai sisi perangkat digital. Karakter seperti ini justru membuyarkan konsentrasi otak sehingga tujuan untuk melatih memori serta flesibilitas otak di pagi hari tidak berjalan maksimal.

Terbantu Kompasiana

Agaknya kita sepakat bahwa membaca media sosial dapat mengganggu mood di pagi hari. Membaca komentar seorang rekan kerja, misalnya, dapat mengganggu pikiran sehingga masalah-masalah di tempat kerja akhirnya mempengaruhi suasana pagi. 

Praktek ini jelas tidak baik dalam usaha kita meningkatkan kerja otak sejak pagi dan sebagai salah satu langkah penting dalam mengatasi gangguan mental yang sangat potensial terjadi di era digital ini.

Apakah, dengan demikian, artikel-artikel di media digital (online) mesti dihindari juga di pagi hari? Ulasan tentang keunggulan media cetak di atas, pertama-tama dimaksudkan agar kita dapat memodifikasi karakter media digital seperti karakter media cetak. 

Cobalah membuat target untuk mendalami sebuah topik melalui artikel-artikel di media online. Dengan demikian otak kita akan diarahkan untuk berfokus mengingat informasi-informasi penting dari berbagai artikel, merangkai keterkaitan satu sama lain dan menganalisis informasi mana yang lebih valid.

Sebagai contoh konkrit, satu bulan terakhir saya menargetkan mendalami minimal satu topik per minggu. Untuk itu saya sangat terbantu oleh media ini (kompasiana) yang secara berkala menerbitkan topik-topik pilihan bagi para penulis. 

Saya memilih topik-topik pilihan yang sesuai dengan minat dan memamfaatkan artikel-artikel di media online (terutama di pagi hari) untuk menyerap sebanyak mungkin informasi tentang topik pilihan tersebut.

Ketika kita merasa memiliki pengetahuan memadai tentang sebuah topik, akan muncul dorongan untuk menuliskannya. Anda tentu telah banyak menyimak berbagai hasil penelitian bahwa menulis merupakan salah satu cara paling efektif melatih kerja otak dan menghilangkan stres (healing theraphy). 

Cobalah sisihkan sedikit waktu untuk menuliskan gagasan-gagasan anda dan segera rasakan manfaatnya membangun aura pikiran positif yang kerap terdistorsi oleh berbagai aktivitas di media sosial. Semoga bermanfaat. untuk lebih jelas membaca seluruh artikel Murni Simarmata silahkan kunjungi: Kompasiana murni simarmata

 
* Penulis merupakan Dosen di Aro Gapopin dan Aktif Mengajar di SMK Yadika 2 Jakarta
Read More
Kapan Batik Menggantikan Jas?

Kapan Batik Menggantikan Jas?

 Oleh: *Murni Simarmata


Pelantikan anggota DPR  3 hari lalu bersamaan dengan hari batik nasional. Pernahkah kita sekedar berangan-agan menyaksikan 575 anggota DPR yang dilantik hari itu kompak mengenakan batik, bukan jas, sambil mengucapkan sumpah jabatan? Atau pernahkah kita beragan-angan menyaksikan presiden mengenakan batik saat menyampaikan pidato kenegaraan?

Tak bisa dipungkiri bahwa para pejabat kita telah terlebih dahulu memberi contoh semangat pemakaian batik dalam berbagai acara formal. Tapi mengapa mereka tidak pernah membuat wacana untuk menjadikan batik sebagai busana resmi dalam acara-acara "sangat formal" seperti pelantikan atau pidato kenegaraan. 

Apakah karena acara-acara seperti ini biasanya dihadiri tamu-tamu negara sehingga wajib mengenakan busana resmi internasional? Atau perlukah mengubah UU agar jas dapat digantikan batik dalam semua seremoni nasional?

Memperkuat Ekonomi Nasional

Pertanyaan-pertanyaan di atas sesungguhnya hendak mengajak kita beranjak dari sekedar beretorika membangun semangat nasionalisme melalui batik. Tanpa mengesampingkan arti penting semangat nasionalisme, tren pemakaian batik yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini semestinya dapat dikapitalisasi menjadi jalan memperkuat fundamen ekonomi dalam negeri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak dari antara pejabat kita yang doyan berbelanja barang-barang mahal dari luar negeri, termasuk berburu jas yang harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. 

Jika batik dijadikan busana resmi dalam setiap seremoni kenegaraan, bisa kita bayangkan berapa alokasi belanja jas para pejabat kita di luar negeri yang akhirnya dibelanjakan di dalam negeri. 

Tidak masuk akal mereka akan tetap berburu batik super mahal di luar negeri, karena Indonesia adalah rumah batik yang telah diakui dunia sebagaimana ditahbiskan UNESCO sepuluh tahun lalu.

Jika para pejabat telah memulainya dalam acara-acara paling formal, rasa percaya diri masyarakat untuk menggunakan batik dalam acara lebih formal akan tumbuh dengan sendirinya. Akan muncul iniasitif menggunakan batik oleh para pengantin pria. 

Pamer jas pengantin super mahal produksi luar negeri oleh pasangan selebriti atau para pengantin tajir di media sosial mungkin akan berkurang, dan pelan-pelan digantikan, misalnya, dengan pamer batik Tiga Negeri (salah satu merek batik tulis prestius yang diproduksi di Solo).

Para pengacara kondang berdompet tebal seperti Hotman Paris Hutapea mungkin akan mengurangi jatah belanja jas mahal dari luar negeri dan mulai gemar berburu batik dengan harga paling mahal. 

Uraian pengandaian-pengandaian ini dengan mudah dapat kita perpanjang untuk menunjukkan peluang besar mengurangi belanja Dollar atau mata uang asing oleh para pejabat dan penduduk Indonesia untuk berburu mode jas di luar negeri, jika preferensi terhadap batik sebagai pengganti jas dapat dilakukan dengan baik. Barangkali nilainya tidak besar, tapi akan turut mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Politik Budaya-Ekonomi

Tidak hanya mengurangi belanja Dollar atau mata uang asing para pejabat dan penduduk Indonesia, meningkatkan tren pemakian batik juga akan mendongkrak industri dalam negeri. 

Serbuan kain bermotif batik dari Cina dan India yang menghiasi pemberitaan dalam negeri dalam beberapa hari terakhir menunjukkan animo masyarakat yang semakin tinggi dalam berbelanja batik. Namun, pada kenyataannya batik belumlah menjadi merek prestisius dalam benak mayoritas penduduk Indonesia.

Penggunaan batik mayoritas masih sekedar ekspresi rasa nasionalisme, bukan sebuah kebanggan terhadap mode. Karena itulah industri-industri penghasil batik di dalam negeri masih berlevel UKM (Usaha Kecil Menengah). Belum bisa beranjak ke level lebih tinggi karena batik belum menjadi pilihan mode utama di pasar industri garmen Indonesia.

Bukan sebuah khayalan kosong jika para pejabat Indonesia bisa memberi teladan menjadikan batik sebagai pilihan utama dalam mode berbusana, akan lahir industri besar dalam negeri yang akan memproduksi kain-kain bermerek batik Nusantara untuk mengatasi serbuan kain impor. 

Indonesia memiliki modal lebih dari cukup untuk memenangkan persaingan ini karena memiliki hak paten  terhadap merek-merek batik Nusantara sebagaimana telah diakui UNESCO. 

Pemerintah hanya perlu mensosialisasikan motif-motif seperti apa yang termasuk batik Nusantara sehingga pasar dalam negeri akan menjadikannya sebagai pilihan utama.

Di sisi lain, para produsen batik tulis dapat diarahkan untuk memenuhi permintaan terhadap batik kelas premium (proses pengerjaan batik tulis lebih rumit sehingga harganya dipasar relatif lebih tinggi). 

Jika peminat batik kelas premium meningkat (misalnya oleh para pejabat tinggi, para pengacara kondang, selebriti dan lain sebagainya) para perajin batik tradisional tidak akan ragu berinvestasi untuk melatih tenaga-tenaga baru untuk meningkatkan produksi.

Dengan demikian, keluhan para perajin batik tulis atas serbuan batik printing (cetak) tidak terdengar lagi. Dua jenis industri ini dapat melangkah maju bersama karena menyasar pasar yang berbeda: batik tulis untuk pasar ekonomi menengah ke atas, batik cetak untuk kelas menengah ke bawah. 

Tapi semua angan-angan panjang ini tidak akan pernah menjadi kenyataan jika sebuah pertanyaan dasar belum bisa kita jawab dengan baik: kapa batik menggantikan jas?


Untuk lebih jelas lagi membaca artikel lain Murni Simarmata silahkan kunjungi murni simarmata site

* Dosen Aro Gapopin, Aktif Mengajar di SMK Yadika 2 Jakarta
Read More
4S FOR US (SEE, SAY, SHOW, SHARE)  UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI AKTIF PESERTA DIDIK  DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

4S FOR US (SEE, SAY, SHOW, SHARE) UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI AKTIF PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Oleh: Suzanna Clarinda, S.Sos., M.Pd

BAB I  
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”. Prinsip Pendidikan teknologi kejuruan adalah “Curricula for vocational education are derived from requirements in the world of work” (Miller, 1985). Orientasi Peserta didik setelah selesai dalam proses pembelajaran di SMK adalah terjun langsung di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Salah satu mata pelajaran wajib dalam kurikulum SMK adalah Bahasa Inggris. Bahasa Inggris memegang peranan yang sangat penting karena diakui bahasa internasional. Penguasaan Bahasa Inggris dengan baik menjadi syarat utama keberhasilan di dalam DUDI.
Pembelajaran Bahasa Inggris di SMK ditekankan pada kemampuan berkomunikasi dengan baik dan secara utuh yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu ketrampilan menyimak (listening skill), keterampilan membaca (reading skill), keterampilan berbicara (speaking skill), serta keterampilan menulis (writing skill).
Untuk dapat memahami materi, peserta didik dituntut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik mau berperan aktif dalam proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minimnya partisipasi aktif peserta didik, diantaranya adalah merasa bosan pada saat proses pembelajaran, serta penerapan metode pengajaran yang tidak cocok dengan gaya belajar peserta didik.
Pada dasarnya setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda, sebagaimana dikemukakan oleh Bobbi De Potter & Mike Hernacki:
“Secara umum gaya belajar manusia dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1.     Gaya belajar Visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, mengamati, memandang dan sejenisnya;
2.     Gaya belajar Auditory adalah gaya belajar dengan cara mendengar; dan
3.     Gaya belajar Kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, dan mengambil tindakan.”

Permasalahan lainnya kurang melibatkan keaktifan peserta didik. Menurut Melvin L. Siberman (2001), pembelajaran aktif akan berlangsung secara optimal apabila menanamkan prinsip:
What I hear, I forget
What I hear and see, I remember a little
What I hear, see, and ask questions about or discuss, I understand
What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill
What I teach to another, I master”.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, Penulis berusaha untuk menerapkan satu metode pembelajaran yang dapat mengakomodir beragam gaya belajar peserta didik, serta dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi aktif peserta didik. Metode tersebut dituangkan dalam makalah Best Practise yang berjudul “Penerapan Metode 4S For Us (See, Say, Show, Share) untuk Meningkatkan Partisipasi Aktif Peserta Didik dalam Pembelajaran Bahasa Inggris”.

B. Permasalahan
Permasalahan yang ditemukan dari hasil pengamatan Penulis adalah sebagai berikut:
1.    Dari sisi peserta didik
a.    Kurang memahami pentingnya Bahasa Inggris pada saat nantinya mereka lulus dari SMK untuk terjun langsung ke DUDI;
b.    Cenderung malas dan enggan untuk berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran;
c.    Merasa bosan karena materi yang disampaikan kurang dipahami;
d.    Kurangnya rasa percaya diri karena merasa tidak mampu mengerjakan tugas;
e.    Mengandalkan teman yang lebih mampu menguasai Bahasa Inggris untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
2.    Dari sisi guru
a.    Penerapan metode pembelajaran yang membosankan dan monoton untuk peserta didik;
b.    Kurang melibatkan peserta didik untuk belajar aktif;
c.    Kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik yang tidak peduli pada saat proses pembelajaran.
d.    Hanya memikirkan target pencapaian Kompetensi Dasar tertentu sesuai waktu yang telah ditentukan.
  
C. Strategi Pemecahan Masalah
Metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” yang apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti “Lihat, Ucap, Unjuk, dan Berbagi untuk Kita”. Metode ini menuntut peran aktif semua peserta didik dengan cara menggabungkan empat aktivitas dalam proses pembelajaran, dengan tahapan sebagai berikut:
1.    See/Lihat
Peserta didik melihat alat peraga yang dapat berupa tampilan gambar, tayangan video, atau alat peraga lain sesuai dengan tema yang sedang dibahas.
2.    Say/Ucap
Peserta didik mengucapkan kata-kata yang terkait dengan tema yang sedang dibahas dengan bantuan guru sebagai mediator dan fasilitator.
3.    Show/Unjuk
Peserta didik melakukan unjuk kerja di depan kelas secara perorangan, berpasangan, atau berkelompok. Unjuk kerja dapat berupa presentasi jawaban perorangan, berpasangan, atau berkelompok hasil diskusi dengan kelompok masing-masing.
4.    Share/Berbagi
Peserta didik lain berbagi hasil pemikiran atas unjuk kerja peserta didik yang mendapat giliran.



BAB II 
IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A.  Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Beberapa alasan yang menjadi dasar pemilihan strategi pemecahan masalah berupa penggunaan metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” terhadap peningkatan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris, sebagai berikut:
1.    Mengingat penguasaan keterampilan berbahasa Inggris menjadi syarat utama untuk terjun langsung ke DUDI, maka lulusan SMK disarankan untuk dapat berkomunikasi secara aktif.
2.       Metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” menuntut peran aktif semua yang terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu guru dan semua peserta didik;
3.       Metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” mengakomodir ketiga gaya belajar peserta didik, yaitu:
-       See/Lihat
Mengakomodir gaya belajar visual;
-       Say/Ucap
Mengakomodir gaya belajar auditory;
-       Show/Unjuk
Mengakomodir gaya belajar kinestetik;
Mengakomodir gaya belajar auditory dan visual;
4.       Metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” dapat diterapkan untuk mengintegrasi empat keterampilan berbahasa, seperti:
-       See/Lihat
Untuk keterampilan membaca (reading skill) dan menyimak (listening skill);
-       Say/Ucap
Untuk keterampilan, dan berbicara (speaking skill);
-       Show/Unjuk
Untuk keterampilan berbicara (speaking skill), atau keterampilan menulis (writing skill), tergantung bentuk penugasan yang akan diberikan guru;
-       Share/Berbagi
Untuk keterampilan berbicara (speaking skill).
B.  Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Awal Penulis mempraktekan metode ini dalam proses pembelajaran di SMK Muhammadiyah 4 Jakarta pada Bulan Januari 2016 ketika Penulis ditugaskan mengajar Bahasa Inggris di kelas XI. Pada saat itu materi yang disampaikan Dealing with Telephone Conversation.
Sebelumnya ketika menyampaikan conversation yang lain, Penulis belum menggunakan metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)”. Ternyata setelah melalui proses pengamatan, ditemukan permasalahan yang menyebabkan nilai tes peserta didik kurang memuaskan. Diantaranya adalah keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran, serta pemilihan metode pengajaran yang kurang tepat untuk diaplikasikan. 
Menyadari kekurangan yang terjadi dalam proses pembelajaran, Penulis mulai mencoba mengaplikasikan metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)”, dengan tahapan sebagai berikut:
-     Guru mengucap salam pembuka;
-     Guru bersama peserta didik berdoa sebelum memulai proses pembelajaran;
-     Guru memeriksa kehadiran peserta didik;
-     Guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta kompetensi yang dicapai;
-     Guru menyiapkan alat peraga berupa video tentang Dealing with Telephone Conversation yang akan ditayangkan pada saat proses pembelajaran.

 

2.       Tahap Pelaksanaan:
See:
-    Peserta didik menyimak tayangan video yang disajikan;
-     Peserta didik mencatat kata-kata ekspresi Dealing with Telephone Conversation yang diucapkan yang disebutkan dalam tayangan video;
-     Peserta didik menanyakan arti kata yang belum diketahuinya atau mencarinya melalui jaringan internet dengan menggunakan telepon selular masing-masing. 



Say:   
-    Peserta didik menyebutkan kata-kata ekspresi Dealing with Telephone Conversation sesuai dengan yang disebutkan dalam tayangan video;
-    Guru menambahkan beberapa kata-kata ekspresi Dealing with Telephone Conversation beserta artinya selain yang disebutkan peserta didik dengan tujuan menambah kosa kata;
-    Peserta didik menyebutkan kembali kata-kata ekspresi Dealing with Telephone Conversation beserta artinya yang telah disebutkan guru.




Show:
-    Guru membagi kelompok peserta didik dengan jumlah anggota sebanyak 5-6 orang (contoh: dalam kelas XI Akuntansi terdapat 36 peserta didik, maka dalam satu kelas itu terbagi menjadi 6 kelompok dengan jumlah anggota masing-masing kelompok adalah 6 orang).
- Penentuan kelompok hendaknya dilakukan dengan memperhatikan perbandingan antara peserta didik yang aktif dengan peserta didik yang kurang aktif dalam proses pembelajaran.
-    Masing-masing kelompok diberi nomor urut untuk giliran maju unjuk kerja di depan kelas.
-    Guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk membuat skenario bermain peran antarkelompok tentang Dealing with Telephone Conversation.
-    Setelah selesai, peserta didik bersama sesuai urutan kelompoknya secara bergiliran mempraktikan unjuk kerja bermain peran antarkelompok tentang Dealing with Telephone Conversation yang dapat dikembangkan sendiri ke dalam imajinasinya (tidak harus sama persis dengan yang ditayangan dalam video).
-    Semua anggota kelompok harus mendapat giliran unjuk kerja.


 


 

Share:         
-    Peserta didik dari kelompok lain diberi kesempatan untuk berbagi hasil pemikiran kelompok peserta didik yang mendapatkan giliran mempraktikan unjuk kerja;
-    Setiap kelompok boleh saling menanggapi;
-     Guru memberikan saran dan pendapat atas unjuk kerja kelompok yang mendapat giliran.




3.    Tahap Penutup
-Guru Bersama dengan peserta didik merefleksikan apa yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran;
-Guru memberikan tugas mandiri perorangan untuk melengkapi dialog Dealing with Telephone Conversation yang terdapat pada lembar kerja sebagai Tugas Mandiri Terstruktur.
-Guru mengucapkan salam penutup.
 
C.    Hasil yang Dicapai 
Kemanfaatan bagi peserta didik:
1.     Peserta didik lebih mudah memahami materi Dealing with Telephone Conversation karena mereka melihat, mendengar, melakukan unjuk kerja, serta berbagi pemikiran langsung dengan peserta didik lainnya;
2.     Keaktifan partisipasi peserta didik semakin tinggi. Beberapa peserta didik yang sebelumnya kurang percaya diri menjadi lebih yakin untuk mencoba unjuk kerja di depan kelas karena adanya motivasi dari teman sekelompok karena menginginkan nilai yang bagus untuk kelompoknya;
3.     Peserta belajar tidak merasa bosan dengan proses pembelajaran yang monoton.
4.     Dapat memupuk rasa kerjasama antar peserta didik.
5.     Suasana kelas menjadi semarak karena semua peserta didik terliat aktif dalam proses pembelajaran, membuat semangat belajar semakin meningkat;

Kemanfaatan bagi guru:
1.    Guru dapat menerapkannya untuk materi pelajaran yang lain.
2.    Guru dapat mengembangkan variasi penugasan.
3.    Guru lebih mudah memotivasi peserta didik secara langsung pada saat show/unjuk kerja.
4.    Guru dapat sekaligus melakukan penilaian sikap melalui pengamatan di dalam kelas selama proses pembelajaran, seperti misalnya kerja sama, disiplin waktu dan percara diri.

Penguatan Kelembagaan
1.    Lembaga dapat memotivasi guru mata pelajaran lain untuk mengaplikasikan metode 4S FOR US (see, say, show, share) yang disesuaikan dengan materi pelajarannya.
2.    Penerapan metode 4S FOR US (see, say, show, share) memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pencanangan Gerakan Literasi Sekolah pada Kurikulum 2013 revisi 2017 untuk lebih mengaktifan kemampuan peserta didik untuk mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain menyimak,, membaca, menulis, dan berbicara.

Kemanfaatan bagi Masyarakat
1.    Metode 4S FOR US (see, say, show, share) menunutut peserta didik untuk lebih aktif berkomunikasi dalam Bahasa Inggris yang sangat diperlukan dalam DUDI.
2.    Terciptanya lulusan SMK berkualitas yang dibutuhkan DUDI.

Peningkatan Mutu Sekolah
1.    Daya saing positif antar guru dapat diciptakan dalam mengembangkan variasi penugasan melalui penerapan metode 4S FOR US (see, say, show, share).
2.    Metode 4S FOR US (see, say, show, share)
3.    Tercipta daya saing yang positif antar guru untuk berusaha meningkatkan kualitas kerja dan tanggung jawabnya.

D.    Kendala-kendala yang Dihadapi 
1.     Pada saat awal pelaksanaan show/unjuk kerja, masih ada beberapa peserta didik yang tidak percaya diri untuk tampil unjuk kerja hasil diskusi dengan kelompoknya sehingga perlu motivasi teman sekelompoknya agar mau mencoba;
2.     Video harus diputar ulang beberapa kali agar peserta didik dapat dengan jelas menangkap yang diucapkan dalam video;
3.     Membutuhkan waktu yang cukup lama agar semua peserta didik mendapat giliran menyajikan unjuk kerja di depan kelas;

E.     Faktor-faktor Pendukung
1.    Keterlibatan beberapa peserta didik yang saling memberi motivasi untuk peserta didik yang kurang percaya diri;
2.    Dukungan dari semua pihak elemen sekolah yaitu kepala sekolah dan guru mata pelajaran lain;
3.    Jaringan internet yang memadai sehingga peserta didik dengan mudah mengakses internet untuk mencari bahan yang ditugaskan.



F.  Alternatif Pengembangan   
Metode pembelajaran “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” dapat juga dikembangkan dalam hal:
1.     Variasi penggunaan alat peraga lain yang dapat berupa gambar, listening audio, dan lain-lain;
2.     Variasi bentuk penugasan pada saat show/unjuk kerja, seperti:
-     Pantomime
Peserta didik untuk memainkan peran seorang tokoh sesuai dengan jaan cerita atau scenario tertentu.
-     Dialog in Pairs
Percakapan dengan pasangan.
-     Permainan tebak kata
Peserta didik menebak kata yang tepat untuk gambar yang disajikan sebelumnya.
3.     Dapat diaplikasikan untuk materi pelajaran lain dalam pembelajaran Bahasa Inggris, seperti:
-       Handling Guest
-       Job Interview
-       Statement of Agreement and Disagreement
4.     Dapat diaplikasikan untuk mata pelajaran lain, khususnya yang berhubungan dengan empat keterampilan berbahasa, seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Asing lainnya;
5.     Dapat diaplikasikan untuk mata pelajaran lain selain mata pelajaran bahasa yang menggunakan rumus tertentu (pelajaran sains), misalnya matematika, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.   See, memperhatikan alat peraga yang disajikan guru;
b.   Say, menyebutkan rumus yang digunakan;
c.   Show, unjuk kerja tugas yang diberikan guru di depan kelas;
d.   Share, peserta didik lain berbagi hasil pemikiran berupa umpan balik/feedback kepada peserta didik yang mendapat giliran unjuk kerja.




BAB III
SIMPULAN & REKOMENDASI

A.  Simpulan
Dari hasil paparan yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka Penulis menarik simpulan sebagai berikut:
1.    Pencapaian keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh kerjasama antara guru, peserta didik, sarana dan prasarana, dan lingkungan yang mendukung, serta aplikasi metode pengajaran yang tepat dan dapat dipahami peserta didik.
2.    Proses pemahaman setiap orang berbeda. Salah satunya adalah karena adanya perbedaan gaya belajar, yaitu:
a.  Gaya belajar Visual;
b.  Gaya belajar Auditory;
c.   Gaya belajar Kinestetik.
3.    Salah satu metode dapat diaplikasikan adalah “4S FOR US (See, Say, Show, Share)”, dengan tahapan sebagai berikut:
a.    See/Lihat
Peserta didik melihat alat peraga yang disajikan.
b.   Say/Ucap
Peserta didik mengucapkan kata-kata yang terkait dengan tema yang sedang dibahas.
c.   Show/Unjuk
Peserta didik melakukan unjuk kerja di depan kelas secara perorangan, berpasangan, atau berkelompok.
d.    Share/Berbagi
Peserta didik lain berbagi hasil pemikiran atas unjuk kerja peserta didik yang mendapat giliran.

 B.  Rekomendasi  
1.     Metode “4S FOR US (See, Say, Show, Share)” bersifat fleksibel dan dapat diaplikasikan untuk mata pelajaran lain yang pelaksanaannya disesuaikan dengan karakteristik mata pelajarannya;
2.     Dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk keberhasilan proses pembelajaran, termasuk orang tua untuk memberikan motivasi kepada peserta didik agar lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Read More